Memasuki ruang pameran seni rupa kontemporer yang rutin
diadakan dua tahun sekali, Jakarta Biennale tahun ini mengusung tema: JIWA.
Kurang lebih ada 51 seniman lokal dan internasional yang di pamerkan hasil karyanya
di acara ini. Smuanya sangat berkesan dengan segala keunikan hasil buah
tangannya.
Disudut hall B Gudang Sarinah Ekosistem ada instalasi ukiran
batu apung yang membentuk tirai-tirai, berupa ukiran yang membentuk wajah
dengan beragam ekspresi. Unsung Heroes,
begitu nama karya seni hasil buah tangan I Made Djirna yang berupa instalasi
media campuran dengan batu gamping.
Begini keterangan dari buku katalog yang saya baca, “satu batu apung menandakan simbol sebuah
jiwa. Kesatuan jiwa-jiwa mewujudkan kekuatan tak terhingga. Itulah energi
kehidupan.”
Tidak hanya instalasi karya berupa lukisan, audio, ataupun
film; di JIWA: Jakarta Biennale 2017 ini kita dapat menyaksikan langsung seni
performans Becoming a Bird. Dari
obrolan singkat dengan salah satu pemeran “manusia burung”, saya mengetahui
bahwa pemain dalam seni performans ini bukan berpura-pura menjadi burung, tapi
bertransformasi menjadi burung dengan menggali ingatan masa kecil untuk menjadi
burung. Tidak ada komunikasi verbal dengan pengunjung sehingga membebaskan
pengunjung sendiri untuk mengartikan gerakan-gerakan pemain yang
bertransformasi menjadi burung tersebut.
Satu lagi instalasi seni yang bisa kamu lihat di Ruru
Gallery, karya seni dengan judul Kampung
Melayu-Pasar Senen berupa video tarian dengan delapan lapis kain tile
berbagai ukuran. Instalasi ini benar-benar menampilkan gerakan seseorang ketika
mereka berekspresi di jalan.
Terbagi dalam beberapa scene,
mulai dari menggerakkan badan karena deru suara kendaraan bermotor yang berlalu
lalang, mengekspresikan gerakan ketika mendengar suara televisi-televisi rusak
yang berjejer di pasar loak pinggir jalan, hingga termenung menghayati
lagu-lagu yang diputar di dalam radio angkutan umum. Kostum tokoh dalam video
ini sangat unik, hanya dengan jas hujan, kacamata dan masker, sangat khas
kostum seperti saat kita bepergian di jalan menggunakan motor.
Satu hal yang membuat saya betah berdiri lama-lama
menyaksikan video ini adalah karena kehidupan di jalan seperti itu sangat nyata
terjadi dan saya bisa mengetahui sudut pandang dari Yola Yulfianti dalam
mengeksplorasi kompleksitas ruang kota.
Terimakasih untuk seniman, kurator, dan seluruh tim
penyelenggara JIWA: Jakarta Biennale 2017 karena saya dapat menemukan makna
Jiwa dari sisi hasil karya seni yang ditampilkan dalam pameran ini.
Sign up here with your email
1 komentar:
Write komentarWahh gue malah belum sempet-sempet ke sini. Sampe akhrinya udah abis kayaknya ya pamerannya. Muahahaha. Padahal gue selalu penasaaran sama yang gini-gini lhoo.
ReplyTerimakasih sudah berkomentar, semoga yang berkomentar sopan tidak sara atau saru dapat pahala, yang tidak komentar gue kutuk jadi cakep. ConversionConversion EmoticonEmoticon